Diriwayatkan di dalam Shohih Bukhori,
ketika datang sayyidina Umar bin Khattab ra, Rasul SAW kebetulan sedang
mengajar kaum nisa, kaum wanita, kaum wanita ribut suaranya saat itu,
begitu sayyidina Umar bin Khattab masuk semuanya terdiam, maka Rasul SAW
tersenyum, maka berkata Umar bin Khattab: ada apa engkau tersenyum
sampai gigimu terlihat, karena Rasul SAW itu jika tertawa tidak
terdengar suara beliau SAW, jarang sekali sampai terlihat giginya
terkecuali betul-betul gembira, kenapa engkau seperti ini ya Rasulullah?
Apa yang membuatmu tersenyum kata sayyidina Umar, Rasul berkata: tadi
masih ribut disini kaum wanita, saat engkau masuk semuanya diam wahai
Umar, maka berkatalah Umar bin Khattab ra, ya Rasulullah tidak pantas
mereka itu lebih risau dan takut kepadaku, sepantasnya mereka
menghormatimu lebih lagi, maka Umar berkata: wahai kalian kenapa kalian
lebih takut kepadaku dari pada Rasulullah? maka berkata mereka ini;
wahai Umar, engkau ini tegas dan berwibawa sedangkan Rasulullah lembut
dan berkasih sayang, Rasul SAW tambah tersenyum lagi, seraya berkata:
demi Allah wahai Umar jika syaithon datang berpapasan denganmu disuatu
jalan, syaithon itu akan mencari jalan dari bukit yang lain, untuk tidak
berpapasan denganmu wahai Umar ra wa ardhoh.
Disini menunjukkan bahwa ketegasan Umar
bin Khattab bukan dengan emosi dan hawa nafsu, beliau adalah orang yang
berwibawa dan sangat tegas, akan tetapi bukan dengan hawa nafsunya,
karena apa? karena syaithon menghindar darinya. Al-Imam Nawawi dalam
kitabnya syarah nawawi ‘ala shohihul-muslim mensyarahkan makna hadits
ini, bahwa tidak mustahil, memang ma’sum yaitu sifat terjaga dari
perbuatan berdosa, pasti bagi para Nabi dan Rasul, akan tetapi tidak
mustahil bagi selain Nabi dan Rasul, dan hal seperti ini, berkata Imam
Nawawi, bukan hanya pada sayyidina Umar bin Khattab, tapi banyak pada
shahabat lainnya, ra wa ardhohum, akan tetapi riwayat yang sampai adalah
sayyidina Umar bin Khattab, akan tetapi banyak dari para shahabat besar
yang sudah tidak lagi didekati oleh syaithon karena dasar kuatnya iman
mereka, karena cahaya Allah yang berpijar dalam jiwa mereka.
sehingga teriwayatkan dalam salah satu
riwayat yang tsiqoh, bahwa salah seorang shahabat berkata: aku tidak
pernah berpaling hatiku saat aku sholat sejak aku masuk Islam, sejak
masuk Islam tidak pernah hatinya berpaling pada selain Allah disaat
sholat, inikan tentunya bukan terikat kepada jiwanya yang suci saja,
tetapi terikat kepada sang guru, sang pembimbing semulia-mulia
pembimbing, semulia-mulia guru, sayyidina Muhammad SAW wa barak’alaih
yang dengan memandang wajah beliau, sampailah para shahabat bertambah
kekhusu’annya, sebagaimana riwayat Abu Hurairah ra wa ardhoh, “ya
Rasulullah idza roainaaka rooqqod quluubina” wahai Rasulullah jika kami
melihat wajahmu, terangkat kami kepada kekhusu’an yang lebih” melihat
wajah manusia yang paling ramah, manusia yang paling khusu’, manusia
yang paling lembut, sayyidina wa maulana Muhammad SAW wa barak’alaih.
Diriwayatkan didalam Shohih Bukhori,
ketika salah seorang shahabat dari Badui yaitu orang dusun, sedang
berdesakkan Rasul SAW bersama para shahabat, seraya menarik rida sang
Nabi SAW dengan kerasnya, seraya berkata wahai Muhammad, beri aku bagian
daripada shodaqoh yang dari Allah SWT, tarikan rida sedemikian keras
sehingga terlihatlah bekas yang merah dileher Nabi Muhammad SAW, beliau
berpaling dan tersenyum kepada orang itu dan memerintahkan para
shahabatnya untuk memberikan shodaqoh kepada orang tersebut, demikian
seindah-indah budi pekerti. Al-Imam ibnu Hajar didalam kitabnya
fathul-baari bi syarah shohihul-bukhori menjelaskan bahwa makna kejadian
itu bukan orang dusun itu berbuat kurang ajar dan menarik sorbannya
sang Nabi untuk meminta shodaqoh, kecuali karena Rasul sudah hampir
masuk kedalam rumah beliau, sudah hampir masuk kedalam rumah, maka orang
ini takut Rasul masuk kedalam rumah, tidak sempat ia meminta
shodaqohnya, ia menarik baju sang Nabi SAW, maka Rasul tersenyum dan
Rasul SAW memerintahkan kepada para shahabat untuk memberinya, demikian
indahnya budi pekerti Nabiyyuna wa syafii’una Muhammad SAW wa
barak’alaih.
kejadian-kejadian mulia ini, ditunjukkan
oleh Allah SWT, kepada para shahabat ra wa ardhohum, agar mereka lebih
mengenal kelembutan Allah, dan Allah tidak memutus kabar-kabar mulia itu
dimasa beliau saja, akan tetapi menyambungkan dan menyampaikannya dari
zaman-ke zaman, bahkan sampai saat ini, 14 abad dari masa wafatnya sang
Nabi, kemuliaan budi pekerti beliau, masih diabadikan oleh Allah SWT,
sehingga menerangi jiwa kita dimalam hari ini dan para penerus beliau
yang mewarisi kemulian khusu’, kemuliaan-kemuliaan tawadhu,
kemuliaan-kemuliaan kerinduan kepada Allah, para shahabat
minal-muhajirin dan Anshor dimasanya, diteruskan generasi selanjutnya
dan tidak pernah terputus.
0 komentar:
Posting Komentar