Kamis, 18 Mei 2017

kisah nabi muhammad di sihir

Diriwayatkan didalam Shohih Bukhori: ketika Rasulullah SAW disihir, disihir oleh Labid bin Ahshom, salah seorang Yahudi yang mengirim sihir kepada sang Nabi dan Allah SWT yang Maha melihat, Maha Menjaga sang Nabi, membiarkan sihir itu sampai kepada sang Nabi, namun tahtal- murokabak” dibawah pengawasan Allah SWT, sihir seperti apa bisa menembus seorang yang paling dicintai Allah, namun Allah SWT izinkan sihir itu mengenai sang Nabi, “ibrotan li ummati” ibroh bagi umatnya, maka ketika sihir itu terkena dalam beberapa hari Allah telah mengirimkan jibril dan salah seorang malaikat lainnya memberi tahu sang Nabi, bahwa engkau terkena sihir, dan yang menyihirmu adalah Labid bin Ahshom dan sihirnya itu ditaruh disumur anu, didekat Madinatul munawarah, maka Rasul SAW keluar bersama para shahabat dan mengeluarkan sihir itu dari dalam sumur dan membuangnya, maka berkata sayyidatuna Aisyah ra: ya Rasulullah memangnya sihir itu bisa membuatmu membawa mudhorot padamu, kalau seandainya tidak dibuang, dibiarkan didalam sumur, Rasul berkata: “innallah” sungguh Allah telah menjagaku dari sihir ini akan tetapi yang ku risaukan bila sihir itu tidak dihancurkan, akan membawa mudhorot bagi orang lainnya, kalau sang Nabi berada dalam penjagaan Allah, mau dikirim sihir oleh seluruh penyihir di muka bumi, tidak akan bisa membawa mudhorot, karena ia dilihat langsung oleh pengawasan Allah SWT, dan beliau SAW memaafkan Labid bin Ahshom, orang yang menyihir beliau, orang Yahudi itu dibiarkan oleh sang Nabi dan dimaafkan, demikian indahnya budi pekerti beliau SAW wa barak’alaih.
Diriwayatkan di dalam Shohih Bukhori, ketika datang sayyidina Umar bin Khattab ra, Rasul SAW kebetulan sedang mengajar kaum nisa, kaum wanita, kaum wanita ribut suaranya saat itu, begitu sayyidina Umar bin Khattab masuk semuanya terdiam, maka Rasul SAW tersenyum, maka berkata Umar bin Khattab: ada apa engkau tersenyum sampai gigimu terlihat, karena Rasul SAW itu jika tertawa tidak terdengar suara beliau SAW, jarang sekali sampai terlihat giginya terkecuali betul-betul gembira, kenapa engkau seperti ini ya Rasulullah? Apa yang membuatmu tersenyum kata sayyidina Umar, Rasul berkata: tadi masih ribut disini kaum wanita, saat engkau masuk semuanya diam wahai Umar, maka berkatalah Umar bin Khattab ra, ya Rasulullah tidak pantas mereka itu lebih risau dan takut kepadaku, sepantasnya mereka menghormatimu lebih lagi, maka Umar berkata: wahai kalian kenapa kalian lebih takut kepadaku dari pada Rasulullah? maka berkata mereka ini; wahai Umar, engkau ini tegas dan berwibawa sedangkan Rasulullah lembut dan berkasih sayang, Rasul SAW tambah tersenyum lagi, seraya berkata: demi Allah wahai Umar jika syaithon datang berpapasan denganmu disuatu jalan, syaithon itu akan mencari jalan dari bukit yang lain, untuk tidak berpapasan denganmu wahai Umar ra wa ardhoh.
Disini menunjukkan bahwa ketegasan Umar bin Khattab bukan dengan emosi dan hawa nafsu, beliau adalah orang yang berwibawa dan sangat tegas, akan tetapi bukan dengan hawa nafsunya, karena apa? karena syaithon menghindar darinya. Al-Imam Nawawi dalam kitabnya syarah nawawi ‘ala shohihul-muslim mensyarahkan makna hadits ini, bahwa tidak mustahil, memang ma’sum yaitu sifat terjaga dari perbuatan berdosa, pasti bagi para Nabi dan Rasul, akan tetapi tidak mustahil bagi selain Nabi dan Rasul, dan hal seperti ini, berkata Imam Nawawi, bukan hanya pada sayyidina Umar bin Khattab, tapi banyak pada shahabat lainnya, ra wa ardhohum, akan tetapi riwayat yang sampai adalah sayyidina Umar bin Khattab, akan tetapi banyak dari para shahabat besar yang sudah tidak lagi didekati oleh syaithon karena dasar kuatnya iman mereka, karena cahaya Allah yang berpijar dalam jiwa mereka.
sehingga teriwayatkan dalam salah satu riwayat yang tsiqoh, bahwa salah seorang shahabat berkata: aku tidak pernah berpaling hatiku saat aku sholat sejak aku masuk Islam, sejak masuk Islam tidak pernah hatinya berpaling pada selain Allah disaat sholat, inikan tentunya bukan terikat kepada jiwanya yang suci saja, tetapi terikat kepada sang guru, sang pembimbing semulia-mulia pembimbing, semulia-mulia guru, sayyidina Muhammad SAW wa barak’alaih yang dengan memandang wajah beliau, sampailah para shahabat bertambah kekhusu’annya, sebagaimana riwayat Abu Hurairah ra wa ardhoh, “ya Rasulullah idza roainaaka rooqqod quluubina” wahai Rasulullah jika kami melihat wajahmu, terangkat kami kepada kekhusu’an yang lebih” melihat wajah manusia yang paling ramah, manusia yang paling khusu’, manusia yang paling lembut, sayyidina wa maulana Muhammad SAW wa barak’alaih.
Diriwayatkan didalam Shohih Bukhori, ketika salah seorang shahabat dari Badui yaitu orang dusun, sedang berdesakkan Rasul SAW bersama para shahabat, seraya menarik rida sang Nabi SAW dengan kerasnya, seraya berkata wahai Muhammad, beri aku bagian daripada shodaqoh yang dari Allah SWT, tarikan rida sedemikian keras sehingga terlihatlah bekas yang merah dileher Nabi Muhammad SAW, beliau berpaling dan tersenyum kepada orang itu dan memerintahkan para shahabatnya untuk memberikan shodaqoh kepada orang tersebut, demikian seindah-indah budi pekerti. Al-Imam ibnu Hajar didalam kitabnya fathul-baari bi syarah shohihul-bukhori menjelaskan bahwa makna kejadian itu bukan orang dusun itu berbuat kurang ajar dan menarik sorbannya sang Nabi untuk meminta shodaqoh, kecuali karena Rasul sudah hampir masuk kedalam rumah beliau, sudah hampir masuk kedalam rumah, maka orang ini takut Rasul masuk kedalam rumah, tidak sempat ia meminta shodaqohnya, ia menarik baju sang Nabi SAW, maka Rasul tersenyum dan Rasul SAW memerintahkan kepada para shahabat untuk memberinya, demikian indahnya budi pekerti Nabiyyuna wa syafii’una Muhammad SAW wa barak’alaih.
kejadian-kejadian mulia ini, ditunjukkan oleh Allah SWT, kepada para shahabat ra wa ardhohum, agar mereka lebih mengenal kelembutan Allah, dan Allah tidak memutus kabar-kabar mulia itu dimasa beliau saja, akan tetapi menyambungkan dan menyampaikannya dari zaman-ke zaman, bahkan sampai saat ini, 14 abad dari masa wafatnya sang Nabi, kemuliaan budi pekerti beliau, masih diabadikan oleh Allah SWT, sehingga menerangi jiwa kita dimalam hari ini dan para penerus beliau yang mewarisi kemulian khusu’, kemuliaan-kemuliaan tawadhu, kemuliaan-kemuliaan kerinduan kepada Allah, para shahabat minal-muhajirin dan Anshor dimasanya, diteruskan generasi selanjutnya dan tidak pernah terputus.

0 komentar:

Posting Komentar