Jumat, 19 Mei 2017

contoh pertanyaan tentang mukjizat

Pertanyaan: Dari sisi apa Al-Qur’an itu mukjizat? Dan bukti apa saja yang bisa diajukan untuk itu?


Jawaban:

Al-Qur’an dari berbagai sisi adalah mukjizat yang kekal dan hidup. Kapan saja dan siapa saja tidak akan sanggup membuat tandingannya. Itulah kenapa Al-Qur’an menantang semua orang yang berilmu dan tokoh untuk membuat tandingannya. Adapun sisi-sisi kemukjizatan Al-Qur’an, di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Mukjizat dari sisi kesusasteraan dan musik

Al-Qur’an, dari sisi sasteranya, membuat tokoh-tokoh sastrawan arab terpana, bahkan musuh paling bebuyutan Rasulullah Muhammad saw. –seperti Walid- mengakui metode Al-Qur’an yang indah, susunan yang menawan, dan irama yang tak tertandingi, dan mereka menyebut tutur kata Al-Qur’an sebagai penyihir.
Profesor Dorman, dari Amerika menuliskan, “Al-Qur’an, kata perkatanya diwahyukan oleh Jibril kepada Nabi Muhammad saw., tiap-tiap kata Al-Qur’an adalah lengkap dan sempurna. Al-Qur’an adalah mukjizat yang kekal dan merupakan bukti atas kejujuran sekaligus kebenaran klaim Rasulullah Muhammad saw. Sebagian dari sisi kemukjizatan Al-Qur’an terkait dengan gaya bahasa esai dan sasteranya yang betul-betul sempurna, agung dan mulia, sehingga baik manusia maupun dewa tidak sanggup membuat tandingan bahkan untuk satu surat saja darinya.” [1]
Profesor A. Guallavome mengatakan, “Al-Qur’an dengan irama spesialnya memiliki musik yang merdu dan menyenangkan bagi setiap telinga yang mendengarnya. Betapa banyak orang kristen arab yang memuji gaya bahasa sastera Al-Qur’an. Para orientalis yang menguasai bahasa dan sastera arab pun memuji kefasihan, kelembutan dan kehalusan gaya Al-Qur’an. Ketika Al-Qur’an dibacakan, daya tariknya yang khas mau tidak mau menarik hati setiap pendengar kepada dirinya, manis serta musik merdu inilah yang meredam suara-suara sumbang yang mencelanya dan meniupkan ruh kepada bingkai syariat Nabi Muhammad saw. serta membuatnya tidak bisa dijiplak. Pada kancah esai, prosa dan sastera arab yang luas, kita tidak menemukan kitab yang menyetarai kefasihan, keelokan dan bobot Al-Qur’an, bahkan tidak ada satu karya pun yang layak untuk dibandingkan dengannya. Pengaruh kuat ayat-ayat Al-Qur’an, baik terhadap orang arab maupun non-arab membuat mereka kehilangan kendali.” [2]
Theodor Noldeke, orientalis jerman, di dalam kitabnya Geschichte Des Quran (Sejarah Al-Qur’an) menuliskan, “Begitu indah dan tertatanya tutur kata Al-Qur’an sehingga siapa saja yang mendengarkannya dengan segenap kesesuaian dan kelancaran yang terdapat di dalamnya seolah-olah dia sedang mendengarkan nyanyian para dewa; dia membuat orang-orang mukmin jadi menyala-nyala dan memenuhi hati mereka dengan semangat serta kegemberiaan.” [3]
B. Saint Hilaire, orientalis prancis juga di dalam kitab Mohomet et Le Quran menuliskan, “Al-Qur’an adalah kitab yang tidak tertandingi, keindahan literalnya sebanding dengan keagungan maknanya. Kekuatan kata-kata, keserasian kalimat, dan kesegaran ide tampak jelas di dalam gaya yang baru muncul ini, yaitu gaya baru yang sebelum akal takluk di hadapan maknanya hati terlebih dulu pasrah padanya. Di antara para nabi, tidak ada satu pun yang seperti beliau, mempunyai tutur kata yang betul-betul berpengaruh seperti ini.
Dengan gayanya yang khas, Al-Qur’an di samping nyanyian religius dia juga merupakan panjatan doa Ilahi; syariat dan undang-undang politik serta hukum sekaligus penyampai berita gembira dan ancaman; penasihat sekaligus penunjuk jalan yang lurus; begitu pula pembawa cerita, hikmah, perumpamaan ... dan pada akhirnya Al-Qur’an adalah karya terindah berbahasa arab yang tidak ada tandingannya di tengah kitab-kitab suci agama-agama yang lain. Menurut pengakuan orang-orang kristen arab sendiri, kitab ini mempunyai pengaruh yang luar biasa dalam hati dan nyawa siapa saja yang mendengarkannya.” [4]
Dimensi lain dari kemukjizatan Al-Qur’an dan keindahannya adalah keteraturan, geometri dan keelokan kalimatnya; dia manyampaikan makna yang paling banyak dengan jumlah kata yang paling sedikit, dia menghindari penggunaan kata yang berlebihan, tapi pada saat yang sama dia mampu menyampaikan maksudnya secara sempurna dan jelas. Keagungan dimensi mukjizat Al-Qur’an ini begitu nyata sehingga apabila anda buang satu kalimat darinya, maka anda tidak akan mampu mencarikan kalimat ganti yang semakna dengannya dan jangan sampai maksud, irama dan bobot ayat tersebut keluar dari puncak kemukjiazatannya!!”
Dimensi lain dari kemukjizatan retorikal Al-Qur’an adalah pelukisan dan penggambarannya. Menurut sebagian ulama, seperti Sayid Qutub, Al-Qur’an telah menyuguhkan gambaran-gambaran yang indah, mempesona dan hidup tentang berbagai wujud di alam semesta, betapa banyak pentas yang dilukiskan oleh Al-Qur’an di hadapan seseorang sehingga dengan cara itu dia berhasil membenamkan maksudnya ke dalam relung hati yang paling dalam. Contohnya, ulama yang kotor dan bejat digambarkannya dengan anjing yang menjulurkan lidah keluar, permulaan pagi dengan pernapasan, orang alim yang tidak mengamalkan ilmunya dengan keledai yang memikul tumpukan kitab, dan lain-lain sebagainya.

2. Kemukjizatan dari sisi ilmu pengetahuan

Rahasia-rahasia ilmiah yang terkandung dalam Al-Qur’an adalah samudera tak bertepi berupa ilmu-ilmu tentang alam, manusia, sejarah, bintang dan lain sebagainya yang semua itu mendorong para ilmuan timur dan barat untuk melakukan penelitian yang luas dan membuat mereka betul-betul heran.
Berikut ini kami hanya akan menyebutkan beberapa contoh ayat dan tema-tema ilmiah yang disinggung olehnya:
1- Komposisi tumbuh-tumbuhan yang khas (QS. Al-Hijr/ 15: 19);
2- Pembuahan atau penghamilan tumbuh-tumbuhan (QS. Al-Hijr/ 15: 22);
3- Hukum pasang-pasangan dan perluasannya sampai ke dunia tumbuh-tumbuhan (QS. Al-Ra’du/ 13: 3);
4- Gerakan di tempat dan berpindah bumi (QS. Taha/ 20: 53);
5- Adanya benua-benua lain selain benua-benua yang dikenal saat itu (QS. Al-Rahman/ 55: 17);
6- Dasar bumi itu bundar (QS. Al-Ma’arij/ 70: 40);
7- Hubungan antara fenomena-fenomena cuaca (QS. Al-Baqarah/ 2: 164; Al-Jatsiyah/ 45: 5).
Namun demikian, mengingat bahwa Al-Qur’an adalah kitab pembina manusia dan pemberi hidayah, maka hanya dalam beberapa hal tertentu dia dapat menyinggung persoalan-persoalan ilmiah. Isyarat-isyarat parsial ini sendiri menjadi sumber inspirasi bagi para ilmuan. Di samping itu, Al-Qur’an juga selalu mengajak manusia untuk mengembara di muka bumi sambil mempelajari fenomena-fenomena alam, dan menurut sebagian karya tafsir Al-Qur’an juga telah memberitahukan kita akan kemungkinan manusia pergi ke planet-planet yang lain.
Dalam hal ini, banyak sekali buku dan artikel dari para ilmuan di berbagai bidang ilmu pengetahuan, dan masing-masing dari itu membicarakan keagungan Al-Qur’an serta kesesuaian ayat-ayatnya dengan hasil-hasil terbaru sains. [5] Mourice Bucaille di dalam karyanya The Bible, The Qur'an and Science mengatakan, “Bagaimana mungkin seseorang tidak heran dan mengaggap Al-Qur’an itu mukjizat ketika dia menyaksikan kesesuainnya dengan hasil-hasil terbaru ilmu pengetahuan manusia.” [6]
Dia, di sela-sela pembandingannya antara ajaran-ajaran ilmiah Al-Qur’an dengan kontradiksi-kontradiksi yang terdapat dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru serta ilmu pengetahuan yang populer pada masa turunnya Al-Qur’an, mengatakan, “Mengingat maklumat-maklumat yang ada pada era Muhammad saw., tidak mungkin mayoritas isi Al-Qur’an –yang berdimensi sains- digolongkan sebagai hasil karya manusiawi. Atas dasar itu, sungguh benar bahwa bukan saja Al-Qur’an patut untuk diterima sebagai wahyu, melainkan karena jaminan autentisitas yang dia berikan, maka Al-Qur’an patut sekali untuk didudukkan pada posisi yang istimewa dibanding yang lain.” [7]

3. Kemukjizatan dalam meramalkan hal yang akan terjadi.

Al-Qur’an telah memberitahukan kejadian-kejadian yang akan datang. Berita-berita ini ada yang berhubungan dengan Al-Qur’an itu sendiri dan ada pula yang berhubungan dengan kejadian-kejadian di luar. Sebagiannya tentang kejadian-kejadian pada periode tertentu dalam sejarah, adapun sebagiannya lagi bersifat sinambung. Sebagiannya telah terjadi dan secara historis telah membuktikan kebenaran Al-Qur’an, adapun sebagiannya yang lain masih berhubungan dengan masa depan umat manusia, seperti kepemimpinan orang-orang yang saleh, berdirinya pemerintahan global yang adil dan bertauhid, serta pembentukan madinah islami yang ideal.
Dorman menuliskan, “Bagian yang berikutnya dari kemukjizatan Al-Qur’an berhubungan dengan ramalan-ramalan yang terkandung di dalamnya, sungguh menakjubkan bahwa ramalan-ramalan itu mempunyai data-data akurat yang tidak mungkin dapat dikumpulkan oleh lelaki tak terpelajar seperti Muhammad saw.” [8]
Berikut ini kami hanya akan menyebutkan beberapa contohnya secara ringkas:

1 – 3. Keterpeliharaan Al-Qur’an.

Al-Qur’an secara tegas mengumumkan bahwa tangan-tangan kotor yang bermaksud untuk mengubah dan mengotak-atiknya tidak akan pernah berhasil –beda halnya dengan kitab-kitab samawi lain yang sebelumnya-, karena pemeliharan khusus Ilahi dan inayah-Nya senantiasa menjamin kesucian Al-Qur’an, Dia berfirman:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ (الحجر/ 15: 9)

Artinya: “Sesungguhnya Kami yang menurunkan Al-Qur’an dan sesungguhnya Kami memeliharanya.” (QS. Al-Hijr/ 15: 9);

وَإِنَّهُ لَكِتَابٌ عَزِيزٌ لَا يَأْتِيهِ الْبَاطِلُ مِن بَيْنِ يَدَيْهِ وَلَا مِنْ خَلْفِهِ تَنزِيلٌ مِّنْ حَكِيمٍ حَمِيدٍ (فصلت/ 41: 41 – 42)

Artinya: “Sesungguhnya itu adalah kitab yang mulia. Yang tidak didatangi kebatilan dari hadapannya dan tidak –pula- dari belakangnya, yang diturunkan dari yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.” (QS. Fushilat/ 41: 41 – 42.)
Dakwaan Al-Qur’an ini sudah teruji selama lebih dari lima belas abad, dan pengalaman ini menunjukkan bagaimana usaha para musuh dalam hal ini gagal dan keinginan untuk menambahkan satu kata saja kepada Al-Qur’an atau mengurangi satu kata saja darinya masih tetap tertahan dalam hati mereka, mereka juga putus asa di masa yang akan datang dapat melakukan perubahan seperti itu terhadap Al-Qur’an.

2 – 3. Tantangan Al-Qur’an.

Berkali-kali dan dengan berbagai bentuk Al-Qur’an menantang manusia untuk membuat tandingan Al-Qur’an seraya mendakwakan secara tegas bahwa seandainya semua orang saling bahu membahu untuk melakukan hal itu, niscaya mereka tidak akan mampu membuat tandingan tersebut:

قُل لَّئِنِ اجْتَمَعَتِ الإِنسُ وَالْجِنُّ عَلَى أَن يَأْتُواْ بِمِثْلِ هَذَا الْقُرْآنِ لاَ يَأْتُونَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيرًا (الإسراء/ 17: 88)

Artinya: “Katakanlah, kalau sekiranya berkumpul manusia dan jin untuk mendatangkan yang serupa dengan Al-Qur’an, mereka tidak akan sanggup mendatangkan yang serupa dengannya walaupun sebagian mereka dengan sebagian yang lain tolong-menolong.” (QS. Al-Isra’/ 17: 88)
Bahkan Al-Qur’an melangkah lebih jauh daripada itu dan menantang mereka untuk membuat satu surat saja yang setara dengan Al-Qur’an seraya menegaskan bahwa mereka tidak akan mampu untuk menjawab tantangan itu:

وَإِن كُنتُمْ فِي رَيْبٍ مِّمَّا نَزَّلْنَا عَلَى عَبْدِنَا فَأْتُواْ بِسُورَةٍ مِّن مِّثْلِهِ وَادْعُواْ شُهَدَاءكُم مِّن دُونِ اللّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ فَإِن لَّمْ تَفْعَلُواْ وَلَن تَفْعَلُواْ فَاتَّقُواْ النَّارَ الَّتِي وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِينَ (البقرة/ 2: 23 – 24)

Artinya: “Dan jika kalian –tetap- dalam keraguan terhadap apa yang Kami turunkan –Al-Qur’an- kepada hamba Kami –Muhammad-, maka datangkanlah suatu surat –saja- yang semisalnya, dan ajaklah pembantu-pembantu kalian selain dari Allah, jika kalian memang orang-orang yang benar. Maka jika kalian tidak dapat membuat-nya dan pasti kalianu tidak akan dapat membuatnya, maka peliharalah diri kalian dari neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, yang disediakan untuk orang-orang kafir.” (QS. Al-Baqarah/ 2: 23 – 24.)
Ramalan Al-Qur’an ini telah teruji selama lima abad, semua usaha dalam rangka membuat tandingan untuk satu surat saja dari Al-Qur’an –bahkan surat pendek seperti Al-Kautsar yang hanya terdiri dari tiga baris- gagal dan siapa saja yang menginjakkan kaki di kancah ini tidak memperoleh apa-apa kecuali mereka sendiri yang tercemar dan dipermalukan. [9]

3 – 3. Fenomena-fenomena sejarah.

Al-Qur’an telah memberitakan kejadian-kejadian yang akan datang pada saat perhitungan biasa tidak mampu untuk meramalkannya, lalu kenyataan sejarah juga terjadi sesuai dengan apa yang diberitakan oleh Al-Qur’an sebelumnya. Di antara contoh-contohnya adalah:
1 – 3 – 3. Kemenangan Islam atas orang-orang musyrik Mekkah dan kedatangan orang-orang muslim ke rumah Tuhan –Masjidil Haram- dengan aman sentosa:
لَتَدْخُلُنَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ إِن شَاء اللَّهُ آمِنِينَ مُحَلِّقِينَ رُؤُوسَكُمْ وَمُقَصِّرِينَ لَا تَخَافُونَ (الفتح/ 48: 27)

Artinya: “Sungguh kalian akan memasuki Masjidil Haram jika Allah menghendaki dalam keadaan aman, mencukur kepala dan menggunting rambut, kalian tidak merasa ketakutan.” (QS. Al-Fath/ 48: 27)
Tidak lama setelah ayat ini turun, terjadilah Perdamaian –atau kemenangan- Hudaibiyah yang mempersiapkan kedatangan muslimin ke rumah Tuhan secara terhormat, dan setelah itu Islam menang total atas kesyirikan dan kekafiran, sehingga Masjidul Haram diubah kembali menjadi pusat pengesaan Tuhan atau tauhid.
2 – 3 – 3. Tidak lama setelah kemenangan imperatur Iran atas bangsa Romawi, bangsa Romawi menang atas bangsa Iran, dan orang-orang mukmin gembira menyaksikan kemenangan itu:

غُلِبَتِ الرُّومُ فِي أَدْنَى الْأَرْضِ وَهُم مِّن بَعْدِ غَلَبِهِمْ سَيَغْلِبُونَ فِي بِضْعِ سِنِينَ لِلَّهِ الْأَمْرُ مِن قَبْلُ وَمِن بَعْدُ وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ (الروم/ 30: 2 – 4)

Artinya: “Bangsa Romawi telah dikalahkan pada negeri terdekat –sekitar Syam atau Aljazirah [10]-, dan sesudah kekalahan mereka, mereka akan menang dalam beberapa tahun –yang singkat, antara tiga sampai tujuh tahun-. Dan hanya bagi Allah urusan itu sebelumnya dan sesudahnya, dan pada hari itu bergembiralah orang-orang mukmin.” (QS. Al-Ruum/ 30: 2 – 4.)
Ramalan ini disampaikan oleh Al-Qur’an pada waktu muslimin menang di perang Badar, sehingga kegembiraan mereka pun menjadi berlipat ganda. [11]

4. Kemukjizatan dari sisi orang yang menyampaikan.

Salah satu sisi kemukjizatan Al-Qur’an adalah orang yang menyampaikannya. Al-Qur’an sendiri menekankan sisi kemukjizatan ini:

وَمَا كُنتَ تَتْلُو مِن قَبْلِهِ مِن كِتَابٍ وَلَا تَخُطُّهُ بِيَمِينِكَ إِذًا لَّارْتَابَ الْمُبْطِلُونَ (العنکبوت/ 29: 48)

Artinya: “Dan engkau –Muhammad- tidak pernah membaca kitab sebelumnya dan engkau tidak pernah menulisnya dengan tangan kananmu. Jikalau demikian niscaya makin ragu-ragulah orang-orang yang membatalkan itu.” (QS. Al-Ankabut/ 29: 48.)
Kawasan Arab, jika dibandingkan dengan kawasan-kawasan sekitarnya –seperti Rom, Mesir, Iran- maka terhitung kawasan yang berperadaban paling rendah, bahkan budaya asli mereka adalah “ummi”; buta huruf atau buta kitab, dan puncak pengetahuan mereka berdasarkan pada data-data yang sampai melalui hati ke hati yang berikutnya; kepercayaan, tradisi dan sepak terjang mereka pun terbentuk dalam kerangka itu. Oleh karenanya, penyampaian kitab seagung Al-Qur’an –yang menundukkan semua peradaban dan orang-orang berilmu, baik pada waktu itu maupun pada masa yang akan datang- adalah tanda bahwa kitab tersebut bersifat Ilahi dan bukan manusiawi; yakni dibuat oleh Tuhan dan bukan oleh manusia.
Apalagi penyampai Al-Qur’an di tengah masyarakat arab yang terbatas kala itu adalah orang yang tidak terpelajar. Coba anda bayangkan satu contoh ini saja, di salah satu suku terpencil Afrika, tiba-tiba ada orang –yang tidak pernah belajar matetika dan fisika serta tidak pernah bersentuhan dengan buku-buku ilmiah yang lain- yang menulis buku tentang enerji nuklir atau kloning, sementara para ilmuan spesialis di bidang itu tidak mampu menulis buku yang serupa, padahal mereka mempunyai pusat-pusat penelitian yang berfasilitas tinggi!!

5. Kemukjizatan Al-Qur’an dari sisi tidak ada perselisihan di dalamnya.

Sisi lain dari kemukjizatan Al-Qur’an adalah kenyataan bahwa tidak ada perselisihan dan kontradiksi antara hal-hal yang diutarakannya. Al-Qur’an sendiri telah menekankan sisi kemukjizatannya ini:

أَفَلاَ يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ اللّهِ لَوَجَدُواْ فِيهِ اخْتِلاَفًا كَثِيرًا (النساء/ 4: 82)

Artinya: “Apakah mereka tidak mendalami Al-Qur’an, kalau sekiranya itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka dapati banyak pertentangan di dalamnya.” (QS. Al-Nisa’/ 4: 82.)
Kita tahu bahwa Al-Qur’an disampaikan oleh Rasulullah saw. selama dua puluh tiga tahun, itu pun dalam kondisi beliau menyaksikan kekuatan musuh, kelemahan orang-orang mukmin, hijrah, boikot, perang, takut dan harapan, kemenangan dan kekalahan serta lain-lain sebagainya. Dalam kurun waktu itu, hal-hal yang sekilas tampak kocar-kacir dan tidak berhubungan satu sama yang lain telah disampaikan oleh beliau di berbagai kesempatan yang berbeda-beda. Sudah barang tentu apabila hal-hal yang beliau sampaikan itu (Al-Qur’an) berdimensi manusiawi –yakni, buatan manusia- maka minimal kita akan menyaksikan dua fenomena di sana:
a. Proses kesempurnaan teks; artinya, gaya bertutur dan bicaranya secara gradual menyempurna dan berkembang, kata-kata dan istilah serta susunan-susunan kalimatnya menjadi lebih sempurna dari sebelumnya!
b. Proses kesempurnaan isi; artinya, maklumat, moral, dan hukumnya menjalani proses kesempurnaan. Maklumat-maklumat yang pertama tentu lebih rendah dan tidak mendalam bahkan mungkin salah jika dibandingkan dengan yang setelahnya, dan semakin ke depan maka undang-undang yang sebelumnya jadi lebih sempurna dan tampil dengan wajah yang berbeda dari sebelumnya. Penulisan kitab dengan segenap tema-temanya yang luas dari sisi orang yang hidup di tengah berbagai kejadian dan keributan, pasti secara bertahap kita akan menyaksikan adanya perbedaan-perbedaan secara psikologis, daya analisis, dan ketepatan isinya. Sedangkan di dalam Al-Qur’an sama sekali tidak ada kekurangan atau kejanggalan seperti itu.

6. Lezatnya pengulangan Al-Qur’an.

Sisi berikutnya dari kemukjizatan Al-Qur’an adalah manisnya Al-Qur’an itu sendiri. Yakni, betapa pun dia diulang-ulang, tetap saja manis itu tidak mungkin berkurang. Surat Al-Fatihah setiap hari kita baca berulang-kali –minimal sepuluh kali dalam ritual shalat-. Potongan indah apapun kalau kita ulang sepuluh kali maka akan menjenuhkan bagi kita; namun hanya Al-Qur’anlah yang betapa pun kita ulang-ulang tetap saja manisnya tidak kurang dan tidak akan menjenuhkan. Hal ini menunjukkan ada semacam keharmonisan antara ruh atau fitrah manusia dengan firman Ilahi ini, dan bahwasanya manusia ketika mendengar firman Penciptanya maka dia sedang mendengar seruan gaib dan supranatural.
Atas dasar itu, terbuktilah bahwa Al-Qur’an berada di atas kemampuan manusia, bahkan manusia yang istimewa seperti Rasulullah Muhammad saw.
Masih ada lagi sisi-sisi lain dari kemukjizatan Al-Qur’an yang disebutkan olah para ulama; seperti kemukjizatan dari sisi ajarannya, perundang-undangannya dan lain-lain. Untuk lebih jelasnnya anda dapat merujuk pada referensi di bawah. [12]

0 komentar:

Posting Komentar